Selamat Datang di Blog Pribadi Saya Semoga bisa menjadi Inspirasi & Referensi bagi Luluare' Mala'bi' u..!! "Salama' to dzi polei, Salama' topa to mipolei"
Minggu, 21 Desember 2014
Minggu, 27 Juli 2014
Jejak Pakkottau di Desa Parappeq Kec. Campalagian
Bersama
teman-teman dari Kompadansa ( Komunitas
Penggiat Budaya dan Wisata mandar )
yang pada tanggal 26 Juli 2014
mengadakan Trip Akbar untuk wilayah Kec.
Campalagian Kab. Polman. Kegiatan ini kemudian disambut baik oleh
masyarakat setempat. Meskipun hanya sehari, Trip ini diharapkan dapat sedikit
mengungkap tabir dari sekelumit sejarah dan budaya di Kec. Campalagian.
Dari
beberapa tempat-tempat wisata dan bersejarah serta tempat-tempat yang memiliki
kebudayaan-kebudayaan daerah. Saya dipercayakan oleh Kanda Tommuane mandar
(Tokoh Anonim yang giat menulis tentang Budaya mandar di media sosial ) untuk
menjadi Guide pada Trip season Pakkottau
dengan kuota waktu yang diberikan pukul 1 siang sampai pukul 2 siang jadi ada
sekitar 1 jam lamanya.
Bertempat di
Desa Parrappe Dusun Dua Banua, kami
bertemu dengan Puaq Salang Ammana Nur
beliau adalah Annangguru Pakkottau di daerah Parappe Campalagian. Puaq Salang begitu beliau disapa sudah
belajar beladiri semenjak masih kecil, berbagai beladiri sudah beliau cicipi
mulai dari Karate Kyokushin, Judo, bahkan Wushu sudah pernah beliau pelajari.
Namun beliau lebih mendalami beladiri Tradisional karena menurutnya lebih
efektif dan efisien dalam perkelahian jarak dekat. Meskipun perguruan beliau
sebut saja Rajawali Sakti tidak dinaungi langsung oleh IPSI ( Ikatan Pencak Silat Indonesia ) tetapi tetap menjaga
hubungan dengan orang-orang IPSI dikarenakan karena untuk membuka sebuah
perguruan yang Legal harus tetap ada izin dari IPSI sebagai Instansi yang
diakui oleh pemerintah.
Pakkottau Mandar |
Wawancara dengan Narasumber Kottau Puaq Salang Ammana Nur. Sumber foto : H. Annus Pimpro Dinasty Record |
Kottau
sering juga disebut silat kampung, namun ternyata efektifitasnya dalam pertarungan
yang sebenarnya melampaui beladiri-beladiri yang trend dikalangan anak muda,
bila orang awam yang melihat langsung pasti akan berkata ini beladiri atau
sekedar gaya-gayaan, namun gerakan-gerakan dalam Kottau tersebut jika dilakukan
dengan betul-betul akan mengakibatkan kerusakan yang cukup parah bahkan
seringkali mematikan pada pihak lawan. Inilah kemudian yang menjadi alasan
kenapa Beladiri tradisonal Kottau tidak dipertandingkan dalam
kejuaraan-kejuaraan yang dihelat oleh IPSI. Gerakan dalam Kottau tercipta bukan
untuk masuk dalam hitungan point oleh wasit, tetapi tercipta untuk melumpuhkan
lawan kalau bisa seketika itu juga, dan gerakan-gerakan ini jika digunakan
dalam pertarungan jarak dekat tanpa kontrol (pertarungan bebas) minimal
berakibat patah tulang.
Beladiri
Pencak Silat, sering disebut dengan beladiri Islam. Tidak berbeda jauh dengan Kottau
ada juga gerakannya yang mempunyai hubungan dengan kepercayaan masyarakat
mandar yakni Islam, seperti pada Prosesi penerimaan murid, murid akan
dibebankan beberapa syarat :
1.
Membawa beberapa sokkol ( penganan khas mandar yang berasal dari
beras ketan )
2.
Loka Tiraq Sassei ( Pisang raja satu sisir )
3.
Andeangan (Lauk-Pauk yang biasanya berupa ayam )
4.
Talloq manuq ( Telur ayam )
Dari
bahan-bahan diatas, sama dengan bahan-bahan yang dibawa kepada Annanguru
Pangaji ( Guru mengaji ) pada saat murid hendak belajar mengaji. Dan kemudian
diadakanlah baca-baca atau sejenis kuliwa (memanjatkan do’a kepada Allah S.W.T
) dengan harapan si murid kelak dapat mengamalkan ilmunya.
Setelah mengadakan
Syukuran atau kuliwa dengan bahan-bahan diatas, calon murid kemudian dimandikan
dengan air yang sudah dibacakan do’a, dilanjutkan dengan Prosesi dibaringkannya
si murid diatas kain kafan disertai lantunan do’a-do’a dari Annanguru
Pakkottau, Ussulnya (harapan) adalah ilmu beladiri Kottau ini diberikan kepada
yang orang yang suci niatnya dan agar senantiasa mengingat kepada Allah S.W.T ,
hal ini penting agar kelak ilmu yang dia gunakan tidak digunakan sembarangan
dan berlaku semena-mena terhadap sesamanya. Setelah prosesi ini selesai maka
selesai pulalah proses penerimaan murid dan si calon murid pun Sah sebagai
murid.
Jajak Ilmu
biasa disebut juga dengan adu kekuatan. Bagian ini mungkin paling membingungkan
bagi orang-orang yang barusan melihat Pakkottau. Berbeda dengan sistem yang
dipakai oleh beladiri Karate, Pencak Silat naungan IPSI dan lain-lain yang dalam
adu kekuatannya atau biasa disebut Sparring
full contact dengan memakai pelindung dibagian tubuh , Pakkottau lebih pada penggunaan bayangan gerak yakni hanya sekedar memperlihatkan sasaran serangan
dan cara menangkis serangan atau melepas kuncian dengan gerakan lambat,
terkesan seperti menari didalam arena, ini dikarenakan karena tekhnik-tekhnik
yang diajarkan di Kottau adalah tekhnik mematikan dimana sasaran serangnya
kepada titik-titik vital lawan, yang apabila digunakan dalam kecepatan yanag
sebenarnya akan mencederai pihak lawan dan tidak menutup kemungkinan hilangnya
nyawa lawan.
Puaq Salang Duet dengan muridnya Bahar |
Biasanya
dalam adu kekuatan atau jajak ilmu para pakkottau ini biasa memberikan kode
kepada pihak lawan apabila akan melakukan serangan, seperti :
Jaga ee = Jaga
Tarai mating ee = Tadah yang akan kesitu
Sumayao ee = Awas
Tamaq ee = Saya akan masuk
Nameatadaq tuqu diqe ee, dll = Saya akan kesitu, dll
Bila salah
satu pihak pakkottau sudah menyatakan demikian atau sebut saja Si Penyerang maka
akan disambut oleh pihak yang bertahan dengan kata seperti :
Yaa tama moqo = Yaa silahkan masuk
ueppeio ee dll = saya tunggu dll
Apabila
sudah dipersilahkan tapi bisa juga tidak, pihak yang menyerang maju dan menyerang
salah satu bagian tubuh hanya dengan menunjuk dalam jarak dekat titik serang
tersebut atau hanya sekedar menyentuh bagian tubuh yang diserang. Bagi pihak
yang bertahan akan memutar otak bagaimana kemudian bisa menangkis serangan
tersebut, atau melepaskan pegangan atau kuncian pihak yang menyerang. (Bersambung)
Sabtu, 05 Juli 2014
Penari Pattuqdu Kerajaan Sendana Hasil Akulturasi Budaya Dengan Kerajaan Gowa Bagian I (Pertama)
Dateq Penari terua di mandar |
Somba Sendana
dikenal dengan rumah akannya berjejer di tepian pantai, makanan seafood menjadi
andalan para rumah makan ini, ada dua maskan andalan yang paling sering
dihidangkan adalah tumis cumi dan tuing-tuing tapa (ikan terbang bakar). Tapi
kali ini kita tidak akan membahas panjang lebar mengenai kulinernya somba,
tetapi mengenai Tari Pattuqdu yang ada
di wilayah somba. Tari Pattuqdu diyakini hanya ada diwilayah Mandar saja sama halnya Paqjoge di bugis, Paqgellu di
Toraja dan Pakkarena di makassar. Tetapi ada hal yang lain pada Tarian Pattuqdu
yang ada di somba.
Penelitian
ini dilakukan pada bulan mei 2014, yang ikut pada saat itu, Ketua Yayasan
Darputri Dra. Sri Musdikawati. M.si, Pembina sanggar OneDo
Sahabuddin Mahganna spd, Ketua
sanggar OneDo, muh Ulfi Mahendra,
saya sendiri dan Para penari sanggar Darputri.
Foto Bareng |
Tujuan
dilakukannya penelitian ini selain untuk menambah wawasan tentang Tari-tarian yang ada di Mandar, yang
diketahui sudah banyak tarian yang ada di mandar hampir punah juga untuk
mempererat hubungan silaturahmi antar sanggar Darputri dan komunitas OneDo
untuk membuat video tari yang akan di CDkan dan akan dibawa ke Amerika serikat
guna memperkenalkan budaya tarian kepada warga negeri paman Sam.
Sebut saja I
Dateq nenek yang sudah tua renta ini jika dilihat sepintas lalu sama
seperti nenek-nenek lain, berjalanpun susah payah untuk dapat keruang tamu,
namun siapa sangka nenek I Dateq ini dulunya seorang penari Kerajaan Sendana.
I Dateq |
Nenek I
Dateq 3 kali bersuami, suami pertama bernama Manurung dan dikaruniai seorang anak, suami ke dua bernama I Kalibong, nah dari Ayah Kalibong
inilah atau Ayah mertua I Dateq sebut saja mamanya I Piara dia bukanlah orang Somba asli melainkan orang makassar,
tetepi dialah yang kemudian berjasa mengajarkan Dateq muda menari Pattuqdu
Sarawandang, setelah suami pertama dan keduanya meninggal, Nenek Dateq masih
bersuami lagi dengan Laki-laki asal Somba bernam I Kaco dan dikaruniai 4 orang anak, meski bersuami lagi, mantan
mertua Nenek Dateq yakni I Piara masih tetap memanggilnya untuk ikut menari
dalam acara-acara kerajaan Sendana.
Dari segi
gerakan, dan nama tarian tidak ada yang berbeda dengan Gerakan Pattuqdu
Sarawandang yang diyakini oleh masyarakat mandar pada umumnya, yang membedakan
adalah jenis pukulan Gendangnya dan juga Syair lagunya dari beberapa jenis
pukulan gendang yang diperdengarkan kanda Sahabuddin mahganna yang lumrah di
dengar dalam Tari Pattuqdu hanya satu yang dikenal oleh nenek I Date yakni,
pukulan Pattuqdu Pillamba pukulan gendang Pakkanjaraq makassarpun sempat
diperdengarkan namun beliau katanya tidak pernah dengar. Hal ini
mengindikasiakan bahwa ada beberapa jenis pukulan Gendang Pattuqdu di Sendana
sudah punah. Yang kedua yang berbeda adalah syair lagunya jika dalam Pattuqdu
Sarawandang yang umumnya pernah dilihat orang ia menggunakan syair yang
berbahasa mandar tapi Pattuqdu Sarawandang yang berasal dari kerajaan Sendana
ini menggunakan syair lagu berbahasa makassar. Berikut adalah syairnya:
Syair
Pattuqdu Berbahasa Makassar
Rimawela uji
pale
Larrana tana
waranna
Makilaiya
sumbore
Mannaso naku
Upasang
tonji malaqba
Sangging
karaeng maqmempo
Sangging
daeng maqjijirang
Tawe
karaeng, makusoeang...
Gunturuna
naji malompo
Kilaqna
mallaqbang lino
Bosi
sarrona, tangnga lalang lompo bangkeng
Melihat dari
syair Pattuqdu Sarawandang, sebenarnya kita tidak perlu heran, kenapa kok ada
bahasa makassar dalam syair Pattuqdu Sarawandang tersebut. Hubungan
kekertabatan kerajaan Gowa dengan antara kerajaan yang ada di mandar terkhusus
pada kerajaan Balanipa & Sendana memang sedari dulunya pernah terjalin.
A. Pertama
hubungan kekerabatan antara kerajaan Gowa dan kerajaan Balanipa saat kawinnya
Batara Gowa denga “ I Rerasi” putri Tomakaka Balanipa mandar yang melahirkan
Sombaiyya Ri Gowa IX Daeng matanre Karaeng Tumaqrisi Kallonna.
B. Hubungan
kekerabatan antara kerajaan Gowa dengan kerajaan Balanipa dengan menikahnya I
manyambungi dengan Karaeng Surya. Hala ini terjadi karena I manyambungi atau
sering juga disebut To di laling diketahui seagai kemanakan dari ibunda
Sombaiyya Ri Gowa yang kemudian dari hasil perkawinan ini melahirkan I
Billa-Billami atau Tomepayung sebagai maraqdia ke-2 Arayang Balanipa.
C. Nah yang
ketiga ini adalah hubungan kekerabatan
antara kerajaan Gowa dan kerajaan Sendana mandar adalah dengan kawinnya I
Bannaiq maraqdia ke-8 kerajaan Sendana mandar dengan karaeng Baine (putri raja
Gowa) sebagai bukti sejarah dari peristiwa perkawinan I Bannang dan Karaeng
Baine dari Gowa adalah Somba sebagai ibu kota kecamatan Sendana kab. Majene, dn
kisahnya bahwa Somba dahulu bernama “Lamboriq” tetapi setelah menikah antara I
Bannaiq dengan Baine terjadi maka Lamboriq di ubah namanya menjadi . sewaktu
karaeng Baine di bawa pulang ke Sendana, supaya dimana saja Karaeng Baine
menetap, maka daerah itu harus disamakan namanya dengan daerah asal Karaeng
Baine tujuannya agar mudah dicari ketika orang tuanya rindu kepadanya.
Dari ketiga
hubungan kerajaan-kerajaan mandar dengan kerajaan Gowa di atas, maka tidaklah
mengherankan apabila adanya Asimilasi dan Akulturasi budaya yang terjadi pada
tarian Pattuqdu Sarawandang yang ada di kerajaan Sendana tersebut. Bila kita
membandingkan Pakaian antara penari Pattuqdu dan Pakkarena maka banyak
kesamaannya terlihat, terkecuali pada sanggul, gelang dan kalung/ rantai. Juga
pada kata Aule atau Lee pada Pattuqdu ada saja persamaan dengan Pakkarena makassar.
Referensi
·
Penuturan langsung narasumber I Dateq
·
Sosialisasi Siriq etika dan estetika di mandar
Dokumentasi foto-foto penelitian :
Kaco Kende Tandiapa bersama Nenek Dateq |
Ikha pesek, Ibu Sri musdikawai dan Irmayanti Ahmad |
Kaco Kendeq Tandiapa dan Ipink |
Sahabuddin mahganna dan Narasumber |
Proses Tanya jawab |
Nenek Dateq dan Zaenab Nursaid |
Irmayanti Ahmad dan Nenek Dateq |
Senin, 30 Juni 2014
Panimbol mandar dalam perhelatan Olahraga Tradisional tingkat Nasional
Olahraga Tradisional
“ Panimbol” dari mandar untuk
Indonesia
Panimbol mandar |
Permainan Tradisional
adalah permainan yang tercipta di masa yang lama berlalu, lalu kemudian di
mainkan kembali di masa kini dengan menggunakan alat-alat sederhana, seperti
bambu, kertas, kayu, dsb. Permainan tradisional sering dipakai sebagai
permainan olahraga atau bermain sambil berolahraga. Didaerah mandar sendiri
banyak permainan trdisional sebut saja maqgasing, maqjekka, maqgoliq, maqjekka kaqdaro,
maccangkke, maqkalacang mattingko, dan masih banyak lagi. Nah salah satunya
dari “masih banyak lagi” itu adalah “Panimbol”.
Sekali lagi saya sebagai anak
mandar dengar kata Panimbol itu
terasa asing, dan ternyata Panimbol adalah salah satu permainan rakyat mandar
dahulu yang kini sudah mulai punah karena tidak pernah lagi dimainkan oleh
anak-anak dewasa ini, Panimbol identik sekali dengan olahraga fisik, hampir
semua unsur-unsur olahraga fisik yang ada di mandar ada didalam Panimbol ini,
didalamnya sarat dengan kontak fisik, adu Strategi, adu mental.
Tata cara permainan ini dimulai
dari berlombanya para 5 orang pemain Panimbol menuju ke lapangan memperebutkan
4 buah tongkat kayu berukuran sekitar 1,5 meter, permainan ini dipimpin oleh
seorang wasit yang menjaga agar permainan tetap berjalan aman. Setelah tongkat
diperebutkan orang terakhir yang tiba otomatis tidak mempunyai tongkat karena
yang diperebutkan Cuma 4 buah, 1 orang inilah kemudian yang menjadi “jarinna”
(istilah dalam bahasa mandar yang berarti orang yang menjadi bulan-bulanan
dalam permainan ).
Apabila didalam permainan
terdapat masalah yang kemudian tidak dapat diselesaikan oleh para pemain, wasit
kemudian menengahi dengan memberikan permainan yang lain, permainan ini
ditujukan agar masalah didalam permainan tersebut dapat di selesaikan yakni
dengan adu fisik dengan cara memukul bagian tubuh tertentu, misal paha, perut,
bahu dan lain-lain ( tergantung maunya pemain ), apabila pemain yang dipukul
kemudian merasa sakit maka pemain yang memukul yang menang, bahasa mandarnya “Panukkuli to dzi anu”, demikian pula
sebaliknya apabila dalam kuota pukulan yang diberi tidak bisa membuat sakit
orang yang dia dinyatakan kalah. Begitulah kira-kira permainan ini dimainkan.
Bila bermain permainan ini jangan
tanya berapa kalori anda yang akan terbakar seluruh tenaga akan terkuras,
mental dan fisik anda akan betul-betul “diolahragakan” . mungkin hal inilah
yang membuat permainan tradisional ini mulai dilupakan, anak-anak zaman
sekarang lebih menyukai permainan modren yang dimainkan tanpa mengeluarkan
keringat, seperti Play Station dan permainan Online lain di dunia maya.
Diperhelatan Festival Olahraga
Tradisional yang diadakan di mamuju Ibukota Sulawesi Barat beberapa bulan lalu,
Permainan ini diikut sertakan, dan yang membawakan adalah Sanggar Raudhatul
Abidin Binaan H. Zainal Abidin dari Kec. Mapilli Kab. Polman, Kontingen pilihan
dari Polman ini melengsengserkan Kontingen dari Kabupaten lain dengan meraih
peringkat pertama dalam ajang tersebut. Memang tidak sia-sia Kanda Sahabuddin mahganna
menggarap musik untuk mengiringi para pemain panimbol menjadikan mereka lebih
bersemangat dalam mengahadapi kontingen dari Kabupaten lain.
Juara dari ajang Olahraga
Tradsional tingkat kabupaten kemudian terpilih mewakili Sulawesi Barat
mengikuti Ajang yang lebih besar lagi yakni ditingkat Provinsi, yaa Sekali lagi
Permainan ini akan dimainkan dan kali ini diadakan di Jakarta oleh Kementerian
Pemudan dan Olahraga, acara ini dikuti oleh seluruh Provinsi yang ada di
Indonesia, dihelat pada tanggal 19 sampai dengan 21 Juni 2014.
Berikut adalah foto-foto Kontingen dari mandar Sulbar :
para pemain, pemusik, dan Kru Panimbol mandar |
Kontingen Sulbar |
Pemain Panimbol |
Pemusik Panimbol mandar |
bersama Sahabuddin mahganna |
menunggu gilaran tampil dalam perhelatan Olahraga Tradisional tingkat Nasional |
muh Ulfi mahendra lagi berkeke ria hehehe |
Timnas Belanda, eeh Timnas Sulbar maksudnya, hehehe |
maju Panimbol |
Langganan:
Postingan (Atom)