Minggu, 27 Juli 2014

Jejak Pakkottau di Desa Parappeq Kec. Campalagian




Bersama teman-teman dari Kompadansa ( Komunitas Penggiat Budaya  dan Wisata mandar ) yang pada tanggal 26 Juli 2014 mengadakan Trip Akbar untuk wilayah Kec. Campalagian Kab. Polman. Kegiatan ini kemudian disambut baik oleh masyarakat setempat. Meskipun hanya sehari, Trip ini diharapkan dapat sedikit mengungkap tabir dari sekelumit sejarah dan budaya di Kec. Campalagian.
Dari beberapa tempat-tempat wisata dan bersejarah serta tempat-tempat yang memiliki kebudayaan-kebudayaan daerah. Saya dipercayakan oleh Kanda Tommuane mandar (Tokoh Anonim yang giat menulis tentang Budaya mandar di media sosial ) untuk menjadi  Guide pada Trip season Pakkottau dengan kuota waktu yang diberikan pukul 1 siang sampai pukul 2 siang jadi ada sekitar 1 jam lamanya.
Bertempat di Desa Parrappe Dusun Dua Banua, kami bertemu dengan Puaq Salang Ammana Nur beliau adalah Annangguru Pakkottau di daerah Parappe Campalagian. Puaq Salang begitu beliau disapa sudah belajar beladiri semenjak masih kecil, berbagai beladiri sudah beliau cicipi mulai dari Karate Kyokushin, Judo, bahkan Wushu sudah pernah beliau pelajari. Namun beliau lebih mendalami beladiri Tradisional karena menurutnya lebih efektif dan efisien dalam perkelahian jarak dekat. Meskipun perguruan beliau sebut saja Rajawali Sakti tidak dinaungi langsung oleh IPSI ( Ikatan Pencak Silat Indonesia ) tetapi tetap menjaga hubungan dengan orang-orang IPSI dikarenakan karena untuk membuka sebuah perguruan yang Legal harus tetap ada izin dari IPSI sebagai Instansi yang diakui oleh pemerintah.
Pakkottau Mandar
Wawancara dengan Narasumber Kottau Puaq Salang Ammana Nur. Sumber foto : H. Annus Pimpro Dinasty Record

            Kottau sering juga disebut silat kampung, namun ternyata efektifitasnya dalam pertarungan yang sebenarnya melampaui beladiri-beladiri yang trend dikalangan anak muda, bila orang awam yang melihat langsung pasti akan berkata ini beladiri atau sekedar gaya-gayaan, namun gerakan-gerakan dalam Kottau tersebut jika dilakukan dengan betul-betul akan mengakibatkan kerusakan yang cukup parah bahkan seringkali mematikan pada pihak lawan. Inilah kemudian yang menjadi alasan kenapa Beladiri tradisonal Kottau tidak dipertandingkan dalam kejuaraan-kejuaraan yang dihelat oleh IPSI. Gerakan dalam Kottau tercipta bukan untuk masuk dalam hitungan point oleh wasit, tetapi tercipta untuk melumpuhkan lawan kalau bisa seketika itu juga, dan gerakan-gerakan ini jika digunakan dalam pertarungan jarak dekat tanpa kontrol (pertarungan bebas) minimal berakibat patah tulang.
            Beladiri Pencak Silat, sering disebut dengan beladiri Islam. Tidak berbeda jauh dengan Kottau ada juga gerakannya yang mempunyai hubungan dengan kepercayaan masyarakat mandar yakni Islam, seperti pada Prosesi penerimaan murid, murid akan dibebankan beberapa syarat :
1.      Membawa beberapa sokkol ( penganan khas mandar yang berasal dari beras ketan )
2.      Loka Tiraq Sassei ( Pisang raja satu sisir )
3.      Andeangan (Lauk-Pauk yang biasanya berupa ayam )
4.      Talloq manuq ( Telur ayam )
Dari bahan-bahan diatas, sama dengan bahan-bahan yang dibawa kepada Annanguru Pangaji ( Guru mengaji ) pada saat murid hendak belajar mengaji. Dan kemudian diadakanlah baca-baca atau sejenis kuliwa (memanjatkan do’a kepada Allah S.W.T ) dengan harapan si murid kelak dapat mengamalkan ilmunya.
Setelah mengadakan Syukuran atau kuliwa dengan bahan-bahan diatas, calon murid kemudian dimandikan dengan air yang sudah dibacakan do’a, dilanjutkan dengan Prosesi dibaringkannya si murid diatas kain kafan disertai lantunan do’a-do’a dari Annanguru Pakkottau, Ussulnya (harapan) adalah ilmu beladiri Kottau ini diberikan kepada yang orang yang suci niatnya dan agar senantiasa mengingat kepada Allah S.W.T , hal ini penting agar kelak ilmu yang dia gunakan tidak digunakan sembarangan dan berlaku semena-mena terhadap sesamanya. Setelah prosesi ini selesai maka selesai pulalah proses penerimaan murid dan si calon murid pun Sah sebagai murid.
Jajak Ilmu biasa disebut juga dengan adu kekuatan. Bagian ini mungkin paling membingungkan bagi orang-orang yang barusan melihat Pakkottau. Berbeda dengan sistem yang dipakai oleh beladiri Karate, Pencak Silat naungan IPSI dan lain-lain yang dalam adu kekuatannya atau biasa disebut Sparring full contact dengan memakai pelindung dibagian tubuh , Pakkottau lebih pada penggunaan bayangan gerak yakni hanya sekedar memperlihatkan sasaran serangan dan cara menangkis serangan atau melepas kuncian dengan gerakan lambat, terkesan seperti menari didalam arena, ini dikarenakan karena tekhnik-tekhnik yang diajarkan di Kottau adalah tekhnik mematikan dimana sasaran serangnya kepada titik-titik vital lawan, yang apabila digunakan dalam kecepatan yanag sebenarnya akan mencederai pihak lawan dan tidak menutup kemungkinan hilangnya nyawa lawan. 
Puaq Salang Duet dengan muridnya Bahar

Biasanya dalam adu kekuatan atau jajak ilmu para pakkottau ini biasa memberikan kode kepada pihak lawan apabila akan melakukan serangan, seperti :
Jaga ee = Jaga
Tarai mating ee = Tadah yang akan kesitu
Sumayao ee = Awas
Tamaq ee = Saya akan masuk
Nameatadaq tuqu diqe ee, dll = Saya akan kesitu, dll
Bila salah satu pihak pakkottau sudah menyatakan demikian atau sebut saja Si Penyerang maka akan disambut oleh pihak yang bertahan dengan kata seperti :
Yaa tama moqo = Yaa silahkan masuk
ueppeio ee dll = saya tunggu dll
Apabila sudah dipersilahkan tapi bisa juga tidak, pihak yang menyerang maju dan menyerang salah satu bagian tubuh hanya dengan menunjuk dalam jarak dekat titik serang tersebut atau hanya sekedar menyentuh bagian tubuh yang diserang. Bagi pihak yang bertahan akan memutar otak bagaimana kemudian bisa menangkis serangan tersebut, atau melepaskan pegangan atau kuncian pihak yang menyerang. (Bersambung)

Sabtu, 05 Juli 2014

Penari Pattuqdu Kerajaan Sendana Hasil Akulturasi Budaya Dengan Kerajaan Gowa Bagian I (Pertama)



Dateq Penari terua di mandar


Somba Sendana dikenal dengan rumah akannya berjejer di tepian pantai, makanan seafood menjadi andalan para rumah makan ini, ada dua maskan andalan yang paling sering dihidangkan adalah tumis cumi dan tuing-tuing tapa (ikan terbang bakar). Tapi kali ini kita tidak akan membahas panjang lebar mengenai kulinernya somba, tetapi mengenai  Tari Pattuqdu yang ada di wilayah somba. Tari Pattuqdu diyakini hanya ada diwilayah Mandar saja  sama halnya Paqjoge di bugis, Paqgellu di Toraja dan Pakkarena di makassar. Tetapi ada hal yang lain pada Tarian Pattuqdu yang ada di somba.
Penelitian ini dilakukan pada bulan mei 2014, yang ikut pada saat itu, Ketua Yayasan Darputri Dra.  Sri Musdikawati. M.si, Pembina sanggar OneDo Sahabuddin Mahganna spd, Ketua sanggar OneDo, muh Ulfi Mahendra, saya sendiri dan Para penari sanggar Darputri.
Foto Bareng

Tujuan dilakukannya penelitian ini selain untuk menambah wawasan  tentang Tari-tarian yang ada di Mandar, yang diketahui sudah banyak tarian yang ada di mandar hampir punah juga untuk mempererat hubungan silaturahmi antar sanggar Darputri dan komunitas OneDo untuk membuat video tari yang akan di CDkan dan akan dibawa ke Amerika serikat guna memperkenalkan budaya tarian kepada warga negeri paman Sam.
Sebut saja I Dateq nenek yang sudah tua renta ini jika dilihat sepintas lalu sama seperti nenek-nenek lain, berjalanpun susah payah untuk dapat keruang tamu, namun siapa sangka nenek I Dateq ini dulunya seorang penari Kerajaan Sendana.
I Dateq

Nenek I Dateq 3 kali bersuami, suami pertama bernama Manurung dan dikaruniai seorang anak, suami ke dua bernama I Kalibong, nah dari Ayah Kalibong inilah atau Ayah mertua I Dateq sebut saja mamanya I Piara dia bukanlah orang Somba asli melainkan orang makassar, tetepi dialah yang kemudian berjasa mengajarkan Dateq muda menari Pattuqdu Sarawandang, setelah suami pertama dan keduanya meninggal, Nenek Dateq masih bersuami lagi dengan Laki-laki asal Somba bernam I Kaco dan dikaruniai 4 orang anak, meski bersuami lagi, mantan mertua Nenek Dateq yakni I Piara masih tetap memanggilnya untuk ikut menari dalam acara-acara kerajaan Sendana.
Dari segi gerakan, dan nama tarian tidak ada yang berbeda dengan Gerakan Pattuqdu Sarawandang yang diyakini oleh masyarakat mandar pada umumnya, yang membedakan adalah jenis pukulan Gendangnya dan juga Syair lagunya dari beberapa jenis pukulan gendang yang diperdengarkan kanda Sahabuddin mahganna yang lumrah di dengar dalam Tari Pattuqdu hanya satu yang dikenal oleh nenek I Date yakni, pukulan Pattuqdu Pillamba pukulan gendang Pakkanjaraq makassarpun sempat diperdengarkan namun beliau katanya tidak pernah dengar. Hal ini mengindikasiakan bahwa ada beberapa jenis pukulan Gendang Pattuqdu di Sendana sudah punah. Yang kedua yang berbeda adalah syair lagunya jika dalam Pattuqdu Sarawandang yang umumnya pernah dilihat orang ia menggunakan syair yang berbahasa mandar tapi Pattuqdu Sarawandang yang berasal dari kerajaan Sendana ini menggunakan syair lagu berbahasa makassar. Berikut adalah syairnya:
Syair Pattuqdu Berbahasa Makassar
Rimawela uji pale
Larrana tana waranna
Makilaiya sumbore
Mannaso naku
Upasang tonji malaqba
Sangging karaeng  maqmempo
Sangging daeng maqjijirang
Tawe karaeng, makusoeang...
Gunturuna naji malompo
Kilaqna mallaqbang lino
Bosi sarrona, tangnga lalang lompo bangkeng

Melihat dari syair Pattuqdu Sarawandang, sebenarnya kita tidak perlu heran, kenapa kok ada bahasa makassar dalam syair Pattuqdu Sarawandang tersebut. Hubungan kekertabatan kerajaan Gowa dengan antara kerajaan yang ada di mandar terkhusus pada kerajaan Balanipa & Sendana memang sedari dulunya pernah terjalin.
A.      Pertama hubungan kekerabatan antara kerajaan Gowa dan kerajaan Balanipa saat kawinnya Batara Gowa denga “ I Rerasi” putri Tomakaka Balanipa mandar yang melahirkan Sombaiyya Ri Gowa IX Daeng matanre Karaeng Tumaqrisi Kallonna.
B.      Hubungan kekerabatan antara kerajaan Gowa dengan kerajaan Balanipa dengan menikahnya I manyambungi dengan Karaeng Surya. Hala ini terjadi karena I manyambungi atau sering juga disebut To di laling diketahui seagai kemanakan dari ibunda Sombaiyya Ri Gowa yang kemudian dari hasil perkawinan ini melahirkan I Billa-Billami atau Tomepayung sebagai maraqdia ke-2 Arayang Balanipa.
C.      Nah yang ketiga ini adalah  hubungan kekerabatan antara kerajaan Gowa dan kerajaan Sendana mandar adalah dengan kawinnya I Bannaiq maraqdia ke-8 kerajaan Sendana mandar dengan karaeng Baine (putri raja Gowa) sebagai bukti sejarah dari peristiwa perkawinan I Bannang dan Karaeng Baine dari Gowa adalah Somba sebagai ibu kota kecamatan Sendana kab. Majene, dn kisahnya bahwa Somba dahulu bernama “Lamboriq” tetapi setelah menikah antara I Bannaiq dengan Baine terjadi maka Lamboriq di ubah namanya menjadi . sewaktu karaeng Baine di bawa pulang ke Sendana, supaya dimana saja Karaeng Baine menetap, maka daerah itu harus disamakan namanya dengan daerah asal Karaeng Baine tujuannya agar mudah dicari ketika orang tuanya rindu kepadanya.

Dari ketiga hubungan kerajaan-kerajaan mandar dengan kerajaan Gowa di atas, maka tidaklah mengherankan apabila adanya Asimilasi dan Akulturasi budaya yang terjadi pada tarian Pattuqdu Sarawandang yang ada di kerajaan Sendana tersebut. Bila kita membandingkan Pakaian antara penari Pattuqdu dan Pakkarena maka banyak kesamaannya terlihat, terkecuali pada sanggul, gelang dan kalung/ rantai. Juga pada kata Aule atau Lee pada Pattuqdu ada saja persamaan dengan Pakkarena makassar.

Referensi
·         Penuturan langsung narasumber I Dateq
·         Sosialisasi Siriq etika dan estetika di mandar 

Dokumentasi foto-foto penelitian :
Kaco Kende Tandiapa bersama Nenek Dateq

Ikha pesek, Ibu Sri musdikawai dan Irmayanti Ahmad

Kaco Kendeq Tandiapa dan Ipink

Sahabuddin mahganna dan Narasumber

Proses Tanya jawab

Nenek Dateq dan Zaenab Nursaid
Irmayanti Ahmad dan Nenek Dateq