Napak
Tilas Sang Pendekar Hukum
Baharuddin Lopa
Baharuddin Lopa adalah
kader PPP yang konsisten memperjuangkan pemberantasan korupsi di Indonesia,
melalui sebuah terobosan gemilang yaitu asas pembuktian terbalik, atau terdakwa
harus membuktikan sendiri bahwa harta bendanya adalah halal dan legal. Sayang,
sebelum cita-citanya terlaksana, beliau keburu meninggal dunia saat menunaikan
ibadah haji.
Lahir
di Pambusuang, Balanipa, Polewali Mandar, Indonesia, 27 Agustus 1935 – meninggal
di Riyadh, Arab Saudi, 3 Juli 2001 pada umur 65 tahun). Jaksa
Agung Republik Indonesia dari 6 Juni 2001 sampai wafatnya pada 3 Juli 2001.
Menjadi Anggota Komnas HAM pertama dan Sekretaris
Jenderal Komnas
HAM 1994-1998. Pernah menjadi Rektor Universitas Islam
Az-Zahra.
Almarhum Lopa, dikenal sebagai jaksa yang hampir tidak punya rasa takut,
kecuali kepada Allah SWT. Sepanjang karirnya di kejaksaan, Lopa pernah menjabat
Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Tenggara, Aceh, Kalimantan Barat serta Sulawesi
Selatan, dan juga mengepalai Pusdiklat Kejaksaan Agung di Jakarta. Begitu menjabat Jaksa
Agung, menggantikan Marzuki Darusman, Lopa langsung bekerja keras memberantas
korupsi. Lopa langsung memburu Sjamsul Nursalim yang sedang dirawat di Jepang
dan Prajogo Pangestu yang dirawat di Singapura agar segera pulang ke Jakarta.
Lopa juga memutuskan untuk mencekal Marimutu Sinivasan. Namun ketiga
konglomerat “hitam” tersebut mendapat penangguhan proses pemeriksaan langsung
dari Presiden Abdurrahman Wahid.
Lopa juga menyidik keterlibatan Arifin
Panigoro, Akbar Tandjung, dan Nurdin Halid dalam kasus korupsi. Gebrakan Lopa
itu sempat dinilai bernuansa politik oleh berbagai kalangan, namun Lopa tidak
mundur. Lopa bertekad melanjutkan penyidikan, kecuali ia tidak lagi menjabat
Jaksa Agung. Ia bersama staf ahlinya Dr Andi Hamzah dan Prof Dr Achmad Ali
serta staf lainnya biasa bekerja hingga pukul 23.00 setiap hari.
Meski menjabat Jaksa Agung hanya 1,5
bulan, Lopa berhasil menggerakkan Kejaksaan Agung untuk menuntaskan
perkara-perkara korupsi dan mencatat deretan panjang konglomerat dan pejabat
yang diduga terlibat KKN, untuk diseret ke pengadilan. Ketegasan dan
keberaniannya jadi momok bagi para koruptor kakap dan teladan bagi orang-orang
yang berani melawan arus kebobrokan.
Lopa menerima anugerah Government
Watch Award (Gowa Award) atas pengabdiannya memberantas korupsi di
Indonesia selama hidupnya. Simboliasi penganugeragan penghargaan itu ditandai
dengan Deklarasi Hari Anti Korupsi yang diambil dari hari lahir Lopa pada 27
Agustus.
Lopa terpilih sebagai tokoh anti
korupsi karena telah bekerja dan berjuang untuk melawan ketidakadilan dengan
memberantas korupsi di Indonesia tanpa putus asa selama lebih dari 20 tahun.
Almarhum Lopa, katanya, adalah sosok abdi negara, pegawai negeri yang bersih,
jujur, bekerja tanpa pamrih, dan tidak korup.
Istri Lopa, Indrawulan, telah memberi
contoh kesederhanaan istri seorang pejabat. Watak keras dan tegas suaminya
tidak dibuat-buat. Karena itu, ia berusaha sedapat mengikuti irama kehidupan
suaminya, mendukungnya dan mendoakan bagi ketegaran Lopa.
Lopa telah tiada. Memang rakyat
meratapi kepergiannya. Tetapi kepergian Lopa merupakan blessing in disguise
bagi para koruptor dan penguasa yang enggan menindak kejahatan korupsi.
Dalam usia 25, Baharuddin Lopa, sudah
menjadi bupati di Majene, Sulawesi Selatan. Ia, ketika itu, gigih menentang
Andi Selle, Komandan Batalyon 710 yang terkenal kaya karena melakukan
penyelundupan. Lopa pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Tenggara,
Aceh, Kalimantan Barat, dan mengepalai Pusdiklat Kejaksaan Agung di Jakarta.
Sejak 1982, Lopa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Pada tahun
yang sama, ayah tujuh anak itu meraih gelar doktor hukum laut dari Universitas
Diponegoro, Semarang, dengan disertasi Hukum Laut, Pelayaran dan Perniagaan
yang Digali dari Bumi Indonesia.
Begitu diangkat sebagai Kajati Sulawesi
Selatan, Lopa membuat pengumuman di surat kabar: ia meminta masyarakat atau
siapa pun, tidak memberi sogokan kepada anak buahnya. Segera pula ia menggebrak
korupsi di bidang reboisasi, yang nilainya Rp 7 milyar.
Keberhasilannya itu membuat pola yang
diterapkannya dijadikan model operasi para jaksa di seluruh Indonesia.Dengan
keberaniannya, Lopa kemudian menyeret seorang pengusaha besar, Tony Gozal alias
Go Tiong Kien ke pengadilan dengan tuduhan memanipulasi dana reboisasi Rp 2
milyar. Padahal, sebelumnya, Tony dikenal sebagai orang yang ''kebal hukum''
karena hubungannya yang erat dengan petinggi. Bagi Lopa tak seorang pun yang
kebal hukum.
Lopa menjadi heran ketika Majelis Hakim
yang diketuai J. Serang, Ketua Pengadilan Negeri Ujungpandang, membebaskan Tony
dari segala tuntutan. Tetapi diam-diam guru besar Fakultas Hukum Unhas itu
mengusut latar belakang vonis bebas Tony. Hasilnya, ia menemukan petunjuk bahwa
vonis itu lahir berkat dana yang mengalir dari sebuah perusahaan Tony.
Sebelum persoalan itu tuntas, Januari
1986, Lopa dimutasi
menjadi Staf Ahli Menteri Kehakiman Bidang Perundang-undangan di Jakarta. J.
Serang juga dimutasi ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan.
Baharudin
Lopa Sebagai Pahlawan Nasional
Dengan penjelasan di
atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ada beberapa alasan kenapa Baharudin Lopa
layak menjadi pahlawan nasional, yaitu: Pertama, Lopa merupakan contoh dari
jaksa yang bersih, sehingga menjadi sapu yang bersih untuk membersihkan lantai
yang kotor. Sebagaimana kita maklumi, salah satu problem pemberantasan korupsi
di Indonesia adalah sapu yang ada masih kotor, sehingga sulit untuk
membersihkan lantai yang kotor.
Kedua, Lopa dan keluarganya memberi
inspirasi dan tauladan pejabat yang sederhana dan menjunjung tinggi
kesederhanaan. Gaya hidup yang mewah sangat tidak cocok diperagakan oleh
pejabat negara, karena kebanyakan masyarakat masih hidup di bawah garis
kemiskinan.
Ketiga, Lopa memberi inspirasi dan
tauladan bahwa pejabat harus berani untuk melaksanakan tugas dan kewenangannya,
meskipun kemudian dengan risiko dimutasi atau kehilangan jabatan.
Keempat, Lopa gigih memperjuangkan
pelaksanaan asas pembuktian terbalik, bahkan sudah mempersiapkan Perpu-nya.
Pembuktian terbalik merupakan salah satu wahana paling ampuh untuk
pemberantasan korupsi di Indonesia. Sayang, sebelum asas ini dilaksanakan, Lopa
pergi meninggalkan kita semua.